Selembar Kertas Hanya Bisu
CERPEN KARANGAN : SRF
DIKIRIM PADA : 1 APRIL 2017
DIKIRIM PADA : 1 APRIL 2017
Di tengah teriknya matahari, ada seorang pemuda yang sedang berjalan di pinggiran trotoar, dengan setumpuk kertas yang tersimpan rapih di tangannya. Wajahnya tampak kesal campur aduk dengan lelah. Anak muda itu terus berjalan entah kemana tujuannya, setelah berjalan cukup lama tanpa tujuan akhirnya anak muda itu duduk di pinggir trotoar yang disampingnya duduk pula tukang koran. Tukang koran itu memandangi anak muda tersebut sambil tersenyum “ anak muda sepertinya kamu sedang kesal ya?” tanya tukang koran itu, tapi anak muda itu tidak menjawab sama sekali pertanyaan tukang koran tersebut, anak muda tersebut hanya menghela nafas sambil memandangi kendaraan yang melintas. “hmm..., mau koran?” tanya kembali tukang koran.
Anak muda tersebut langsung menatap tukang koran tersebut dengan tatapan tajam serta dengan wajahnya yang dikerutkan, tukang koran tersebut kaget dan kebingungan “e.ee.. gak mau ya? Yasudah..” setelah anak muda tersebut duduk terdiam membisu selama beberapa menit akhirnya anak muda itu berbicara “susah ternyata hidup di dunia yang keras ini..” pedagang koran tersebut langsung menoleh dan tersenyum “kenapa anak muda bisa mengatakan hal tersebut?” tanya tukang koran tersebut “saya sudah memasuki ratusan gedung yang ada disini untuk melamar dan mengais rezeki tapi semuanya menolak saya.” jawab anak muda itu sambil mentap jalanan.
“ohhhh... hanya karena hal itu anak muda sampai melamun” saut tukang koran tersebut “hanya?? Kata bapak hanya?? Pak! Saya sudah kuliah tinnggi-tinggi, bayar mahal-mahal, masa muda saya 4 tahun tebuang-buang, dan saya jadi Sarjana!! Ternyata akhirnya saya ditolak-tolak juga siapa yang tidak kesal?! Bapak enak sekali bilang hanya!” tukang koran itu hanya menggeleng-gelengkan kepala dan tertawa “ Anak muda-anak muda, jiwanya menggebu-gebu dan berapi-api, saya juga sarjana anak muda tapi hanya jadi tukang koran” anak itu kaget dan tidak percaya “ahh! bapak bercanda, mana mungkin sarjana mau panas-panasan dagang koran yang untungnya hanya tak seberapa. Seharusnya sarjana itu sedang duduk di kursi yang empuk dan ber-AC.”
Tukang koran itu menepuk pundak anak muda itu “memangnya sarjana tidak boleh berdagang koran? Sarjana itu bukan berarti selalu duduk di ruangan ber-AC saja,sarjana itu bisa jadi apasaja, bisa jadi satpam, biasa jadi supir angkot, dan bisa seperti saya, tukang koran.” anak muda itu terheran heran “maksud bapak apa sihh? saya daritadi tidak mengerti.” Tanya anak muda tersebut, bapak itu terdiam sejenak dan memandangi kuli bangunan yang ada di sebrang jalan “coba anak muda lihat kuli bangunan yang lagi ngangkut batu itu.” Anak muda itu melihat yang ditunjukan tukang koran itu sambil mengerutkan wajahnya “iya pak lihat, memangnya ada apa?” tanya anak muda itu “dia itu bukanlah kuli bangunan biasa yang mungkin kita berfikir dia hanya lulusan SMP atau mungkin hanya lulusan SD, tapi sebenarnya dia adalah sarjana sama sepertimu anak muda.” Anak muda itu kaget terheran-heran “wahh!! Jangan bercanda pak,masa iya?!!”
Tukang koran itu tertawa “kamu ini ternyata belum sepenuhnya merasakan kerasnya dunia anak muda, apapun bisa terjadi di dunia ini. Anak muda coba kamu perhatikan dan kamu fikirkan kenapa orang itu memilih menjadi kuli bangunan?” anak muda itu hanya garuk-garuk kepala “ akan saya bantu menjawabnya, begini di dunia ini kita butuh makan, minum, dan tempat bernaung, apakah dengan ijaza, dan surat lamaran kerja atau dengan semua kertas-kertas itu apakah bisa membeli sebungkus nasi? Apakah bisa untuk membeli segelas air, dan apakah bisa untuk membeli sepetak rumah untuk ditinggali?”
Anak muda itu hanya menggeleng-gelengkan kepala “tidak kan anak muda...? kamu masih muda, kamu masih punya kekuatan untuk mengarungi lautan ataupun menjelajahi daratan dunia ini dan gunakanlah jiwa ambisi layaknya pemuda untuk motivasimu agar semua mimpi-mimpimu terwujud. Janganlah kamu putus asa hilang arah karena kertas-kertas ini di abaikan orang-orang berdasi itu. Cepat bangkit jangan terus terpuruk hanya karena orang-orang berdasi yang mengabaikanmu.”
Tetesan air mata berjatuhan dari mata anak muda itu “baik.... baik..!! saya akan mendengarkan semua omongan bapak saya dengarkan motivasi bapak, saya berjanji pak! Saya akan mengarungi lautan dan menjelajahi daratan di dunia ini seperti apa yang bapak katakan dan saya akan mengeluarkan seluruh jiwa ambisi saya layaknya pemuda untuk menggapai cita dan mimpi-mimpi saya, saya juga berjanji suatu saat nanti akan membuat orang-orang berdasi itu akhirnya memohon-mohon kepada saya untuk kelangsungan hidupnya”
Akhirnya anak muda itu bangkit dan mencoba membuat mimpi-mimpi yang baru dan tidak lagi terpaku oleh seonggok kertas yang yang bisu.